TPS (Think-Pair-Share)
atau (Berfikir-Berpasangan-Berbagi) merupakan jenis pembelajaran kooperatif
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil
(2-6 anggota) dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperatif, dari pada penghargaan individual (Ibrahim dkk: 2000: 3).
TPS digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Guru memberi informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri informasi lainnya. Atau guru menjelaskan materi dengan mengaitkannya dengan pengalaman dan pengetahuan anak sehingga memudahkan mereka menanggapi dan memahami pengalaman yang baru bahkan membuat anak didik mudah memusatkan perhatian. Karenanya guru sangat perlu memperhatikan pengalaman dan pengetahuan anak didik yang didapatinya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, titik pusat (fokus) dapat tercipta melalui upaya merumuskan masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab, atau merumuskan konsep yang hendak ditemukan. Dalam upaya itu, guru menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe TPS. Strategi TPS dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional seperti resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam lingkungan seluruh kelompok.
Penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share diharapkan siswa dapat
mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu
dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini
sesuai dengan pengertian dari model pembelajaran Think-Pair-Share itu sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie
(2002: 57) bahwa,
Think-Pair-Share
adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan
bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting
untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar
yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Dengan
demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah,
memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan
yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan
kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan.
Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) sebagai
berikut:
Tahap 1 : Think (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan
atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk
memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing
Guru meminta
siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah
dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok
membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban
yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik.
Biasanya guru
memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Share (berbagi)
Pada tahap
akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang
apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat
dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan
hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar
seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Sementara Menurut Muslimin (Rosmiani, 2009: 26) menyatakan bahwa,
langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu :
Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share).
Tahap 1 : Thinking (berpikir)
Kegiatan pertama
dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan
topik pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut
secara untuk beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam
mengolah informasi yang dia dapat.
Tahap 2 : Pairing (berpasangan)
Pada tahap ini
guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa
yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini
diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya guru memberikan
waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Share (berbagi)
Pada tahap akhir
guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang
apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran
pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah
mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Terdapat
kelebihan dan kekurangan pada model TPS dalam proses pembelajaran, menurut Hartina
(2008:
12) menyatakan bahwa,
Kelebihan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah:
a.
memungkinkan
siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi
yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang
diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang
diajarkan.
b.
siswa
akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan
temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
c.
siswa
lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok,
dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
d.
siswa
memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh
siswa sehingga ide yang ada menyebar.
e.
memungkinkan
guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.
Adapun kelemahan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sangat sulit diterapkan di
sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas,
sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
Sedangkan Kelebihan model pembelajaran TPS menurut Ibrahim,
dkk. (2000: 6) adalah,
1.
Meningkatkan
pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa
menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang
diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami
materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
2.
Memperbaiki
kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar
siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang
sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi
hasil belajar mereka.
3.
Angka
putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi
siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada
pembelajaran dengan model konvensional.
4.
Sikap
apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa
malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan
guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa
secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih
menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional.
5.
Penerimaan
terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa
yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan
cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain
hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS
hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat
dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
6.
Hasil
belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih
oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat
diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang
diperoleh siswa dapat lebih optimal.
7.
Meningkatkan
kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam
model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim,
sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang
lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.
Kelemahan
model TPS adalah pembelajaran yang baru
diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung,
sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa
(Ibrahim,2000: 18).
LukQQ LukQQ LukQQ LukQQ LukQQ LukQQ LukQQ LukQQ LukQQ LukQQ
ReplyDeleteSitus Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia